Dengan santai Revan terus menuju sekolahnya sambil mendengarkan lagu dari
earpotnya. Keasikanya terusik ketika tubuhnya dengan sempurna mendarat
ditanah akibat ditabrak... cewek..???
"Eh.. sory...sory.. gue nggak sengaja" Kata cewek tersebut, sambil
menunduk meminta maaf, eh salah ternyata dia menunduk untuk mengambil
bukunya yang jatuh (-,-)
"Loe nggak papa kan...?" Katanya bisa bangun sendiri, sory ya, gue
telat, da" sambungnya sambil berlalu pergi meninggalkan Revan yang masih
terdampar dengan tampang cengo. Dengan mayun dia berdiri sambil menepuk
debu-debu yang menempel dibajunya. Umpatnya lirih terlontar dari
mulutnya, namun begitu berbalik tayang ulang terjadi karena lagi-lagi
pantatnya harus kembali mencium aspal.
"Waduh nabrak lagi, sory beneran, beneran gue tadi terlambat soalnya ini
hari pertama gue masuk sekolah, gue lari nggak liat elo, nabrak deh.
Kalo yang barusan ada batu ditengah jalan berhubung mata dikepala
nyandung deh, makanya bisa nabrak elo, lagian gue emang punya ma..."
"Diam loe..!" Bentak Revan yang membuat cewek itu, mangap tampa suara
kayak di Puaus gitu. Setelah mampu berdiri ia segera berlalu pergi,
rencananya sih emang mau marah tapi tadi matanya nggak sengaja melirik
jam ditangannya, sepuluh menit lagi masuk kelas, sia-sia marah cuma lima
menit mubazir waktu namanya.
Namun baru sepuluh langkah sebuah teriakan menghentikannya yang membuat
punggungnya kembali tertabrak , syukurlah paling tidak kali ini ia tidak
sampai terjatuh.
"Loe mau apa sih sebenarnya..?" Geram Revan sambil berbalik.
"Eh.. gue." cewek itu tertunduk sambil mengaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal, "Mau nanya kalau SMA 1 jalanya kemana ya...? belok kiri apa
kanan...? soalnya gue baru disini jadi gue nggak tau..?" Sambungnya
polos.
Kali ini Revan bener-bener kesel sudah menabrak nggak jelas, sekarang
sok nanya alamat segala. Tapi, he..he... sepertinya otak evilnya sedang
berfungsi waktu melihat penampilan cewek itu.
"Belok kiri jalan terus sampai lingkungan belok kanan jalan aja terus ." Sahun Revan sambil tersenyum.
"Jalan aja terus sampai loe ketemu pasar, rasain loe emang enak dibikin
nyasar" Guman Revan lirih begitu cewek itu hilang ditikungan. Dengan
perasaan puas ia melangkah kearah kiri. Dalam hati ia tertawa akan
kebodohan cewek itu yang tidak melihat kesamaan seragam mereka yang
memang sedikit tersamarkan karena jaket yang dikenakannya.
"Bruk..."
"Astaga.." keluh Revan sambil mengusap-usap ujung bagunya yang sedikit
basah akibat kuah baksonya yang tumpah karena tubrukan dipunggungnya.
"eh maaf, tali sepatu gue lepas, terus terinjak makanya bisa hampir nubruk.."
"elo....!!!!"
Jerit keduanya serentak yang mengagetkan seluruh pengunjung kantin yang memang sedang rame-ramenya.
"Ya ampun Tifani kenapa harus teriak segala. Dan elo Van kenapa shcok gitu" Putus salsa.
"elo kan cowok kurang ajar yang bikin gue tadi pagi nyasar" geram Tifani dengan menunjuk kearah tepat kewajah Revan.
"Dan elo cewek yang akan jatuh saat berjalan diatas permukaan datar" ledek Revan sinis.
"itukan bukan kemauan gue, kalau harus bermasalah sama keseimbangan
tubuh, lagian tadikan gue udah minta maaf saat tabrakannya, kok elo
malah bikin nyasar, sekarang cepet minta maaf."
"MInta maaf...? jangan mimpi" balas Revan sebelum akhirnya berlalu pergi.
Sejak insiden tersebut hubungan mereka jadi tidak pernah akur, yang sedikit banyak menarik perhatian seisi sekolah.
"kenapa sih elo nggak pernah akur sama Revan ..?" tanya Aulia pada
Tifani sambil duduk-duduk dibangaun depan lapangan bola basket depan
sekolah.
"yah itukan bukan kemauan gue, padahal tadinya gue pikir Revan itu keren
lho, apa lagi waktu melihat senyumnya pertama kali, cute banget"
Langkah kaki Revan langsung terhenti. kepalanya menoleh, sebuah senyum
kembali terukir dibibirnya mendengar kata-kata yang baru saja tertangkap
indra pendengarannya.
"ketauan, loe naksir sama Revan ya..?" Tebak Dini kuat.
"Eh enggak kok cuma....?!?!"
"Cuma apa....? hayo" ledek teman-temannya yang lain, tampa menunggu
bantahan yang keluar dari mulut TIfani, Revan lebih memilih berlalu.
"What...? taruhan..? elo pengen kita taruhan kalau elo bisa bikin Tifani
jatuh cinta sama elo. dan bakalan elo putusin tepat dihari ulang tahun
loe yang cuman tinggal dua minggu lagi...?" jerit Doni setengah
berteriak, tidak percaya akan ide gila sahabatnya.
"ia gue bakalan bikin Tifani jatuh cinta sama gue, dan gue putusin didepan kalian semua, gimana...? berani nggak...?
"elo beneran udah gila" kata Alan menimpali, sementara Revan hanya angkat bahu.
"kalian takut..?" tantangnya lagi.
"oke 5 juta deal..?" balan Doni mengulurkan tangan
"Deal" sambung Revan mantab dan tersenyum puas tampa menyadari Benda persegi hitam sedari tadi tetap vokus padanya.
"Kanapa sih setiap gue ketemu elo selalu tertabrak...?" gerutu Revan sambil menyentuh kepalanya yang diperban.
"sory, tapi paling enggak kali ini kan bukan karena gue". sahun Tifani merunduk, walau rasa bersalah sedikit menyentuhnya.
"nggak kok elo emang nggak harus meminta maaf, justru harusnya gue yang
bilang makasih secara elo udah menyelamatkan gue, kalau nggak pasti udah
ketabrak mobil, lebih parah lagi, untung aja ada loe cepet menabrak gue
jadi sehingga kepala gue cuma sedikit kebentur batu, bukan tubuh gue
yang kelindas mobil.
"Tapikan gue emang niat nabrak elo, bukan nggak sengaja babarak, secara
elo jalannya melamun padahal udah jelas jelas ada mobil yang melaju.
"Watever deh, yang jelas makasih."
Tifani mengangguk mendengarnya.
Sejak saat itu hubungan mereka sedikitnya membaik jika tidak mau
dibilang akrab. Ditambah kenyataan kalau mereka ternyata bertetangga
kerena keluarga Tifani ternyata pindah tepat didepan rumahnya Revan
sementara Tifani bersahabat karib dengan Lara adik kandungnya Revan.
Tak terasa dua minggu telah berlalu Revan benar-benar galau terbesit
rasa ragu dihatinya akan taruhannya. Apa lagi ia harus dihadapkan pada
kenyataan kalau ia sudah terbiasa akan kehadiran Tifani atau lebih
tepatnya ia merasa Tifani itu menarik.
Istirahat siang nanti adalah deadline taruhanya. Doni juga sudah juga
sudah mengingatkan. setelah memikirkan untung dan rugi Revan sudah
memutuskan dan memantapkan hatinya. Sampai berita dimading menghebohkan
seluruh penjuru sekolahnya.
Dengan langkah tergesa diterobosnya gerombolan anak-anak shock saat mendapati berita yang tertera disana.
"ini mustahil..!"
saat berbalik shock untuk kedua kalinya begitu mendapati tatapan datar Tifani yang terjajar lurus padanya.
"Fan, ini tidak seperti yang elo bayangkan
"Memang apa yang elo pikirkan Takun shplis.
"elo pasti mikir kalau berita dimading soal gue taruhan gue sama
temen-temen guekan...? gue nggak tau dari mana kata-kata itu berasal,
tapi gue akui kalau awalnya itu semua emang benar, gue emang niat jadiin
loe taruhan sampai akhirnya ...?"
"akhirnya..?" tanya Tifani, karena Revan masih terdiam.
"Akhirnya gue sadar kalau gue beneran suka sama loe, dan gue beneran pengen jadiin loe pacar gue"
"O...?!"
"O...????!!!" Revan bingung akan reaksi Tifani. Dengan cepat ditahannya tangan Tifani sebelum dia berlalu.
"Terus...?"
"Elo belum jawab pertanyaan gue"
"Oke gue mau jadi pacar loe"
"Elo nggak marah...?" tanya Revan heran
"Enggak tapi gue mau kasi sarat sebelum gue jadikan pacar Kamu?
"syarat...? apa...?" tanya Revan harap-harap cemas, yang lain juga merasa penasaran
"syarat kalau loe nggak boleh marah"
"Gue..? marah...? untuk...?"
"ini" balas Tifani sambil menengadah tangan dan memberi isyarat kepada Doni untuk mendekat.
"Dasar payah loe Van," ledek Doni sambil menyerahkan amplop ketangan Tifani.
"Sepuluh jutakan..?" tanya Tifani
"Iya pas nggak kurang" balas Doni terdengar nggak rela sementara TIfani tertawa.
"Tunggu dulu ini sebenarnya apa..? Terheran-heran" itu uang apa..?"
"O... ini uang taruhan, jadi waktu elo bikin taruhan ama temen-temen
loe, gue juga ada disana. Foto dan biodata yang ada dimading juga hasil
jepretan gue, tapi waktu itu gue tanggung datangin temen-temen loe lepas
loe pergi, kita buat taruhan juga, kalo loe manyatakan cinta maka
mereka bayar sepuluh juta"
"Ha...?!?!"Revan schok
"Jadi loe jadiin gue taruhan..?" geram Revan
"Kan sama kek loe" balas Tifani santai
"Jadi loe terima gue karena taruhan...?" tanya Revan sedikit kecewa.
"O.. tentu saja bukan karena itu"
"karna apa...?" tanya Revan tidak sabar.
"Karena gue juga suka sama loe"
Mau tidak mau Revan juga tersenyum simpul.
"Cuma..."
"Cuma apa...?"
"Cuma keknya tambah seru juga secara sekali merayu dua tiga pulau
terlewati" kata Tifani sambil mengipas-ngipaskan uang diwajahnya.
"Tifani....!" nada suara Revan benar-benar terdengar menyeramkan apa
lagi senyumnya sudah menghilang diwajahnya dan siap memangsa.
"O...O..." Tivani segera berbalik pergi, Revan yang berlari mengejarnya
segera menghentikan niatnya begitu memandang lurus kedepan kekaki Tifani
yang aneh. Sekali senyum kembali terlihat dibibirnya.
"Tiga"
"Dua"
"Satu"
"Deal"
Tifani sukses jatuh dilantai akibat menginjak tali sepatunya sendiri
saat simpulnya terlepas, hening sejenak sebelum tawa meledak mengisi
seluruh penjuru sekolah.
"Ah ternyata elo tetap aja cewek yang bakalan jatuh walaupun berjalan dipermukaan datar" Ledek Revan tampa mampu menahan tawa.
"ha...ha....ha....."