Gerimis Tegah Hari


"Rin, ada titipan buat kamu," Mira menunjukkan sebuah kado mungil berpita merah kepadaku. "Dari Rudi lagi? Loe aja yang buka Mir. Setelah itu tolong simpankan di tempat biasa." Kataku tanpa mengalihkan wajahku dari novel yang sedang kubaca.

"Rin! Belajaralah menghargai orang lain!" Nada Mira mulai meninggi.

"Mir, ngapain sih selalu maksa gue? Lagian gue juga engga pernah minta hadiah-hadiah itu! Jadi, mau buka atau enggak, itu hak gue dong! Kok elu yang rese?!"

"Rina, keterlaluan kamu!" bentak Mira seraya merebut novel dari tanganku. Napasnya turun naik menahan kemarahan. Aku tak peduli. Akupun kesal dengan sikapnya. Entah mengapa Mira selalu mmbela Rudi dan menyalahkan aku.

Mira dengar! Elu selalu maksa gue untuk bersama Rudi, loe selalu ngebelain dia. Kenapa enggak loe aja yang pacaran dengannya?!"

Mira tampak terkejut dengan dengan ucapan barusan. Dia diam sejenak. Aku tahu bila sudah begitu, biasanya Mira sudah mulai mengalah. Tapi ternyata kali ini aku salah. Dia menyahut dengan suara yang tidak kalah kerasnya.

"Oke Rina! Sekarang katakan paddaku! Apa yang kau inginkan sebenarnya? Apa! mengapa kau dulu terima cintanya! Kenapa kau beri dia harapan-harapan. Kau buat dia melayang dengan kata-kata manismu. Mengapa kini kau menyiksanya dengan kesetiaannya yang sepihak! Dimana perasaanmu?"

"Cukup Mira!"

"Apa yang cukup Rin, katakan?! Untuk apa kau mengingat dia, sedangkan kau sendiri terus mengejar Roy....!!"

Astaga Roy.... mendengar nama Roy, marahku jadi reda. "Mir, gue nggak sempat melayani loe. Gue ada janji dengan Roy. Bye...." Tanpa rasa bersalah aku melompt keluar kamar. Tak kuhiraukan Mira yang sedang marah. Masih sempat kudengar suara novel yang dilempar ke pintu. Aku tak peduli lagi. Dengan taxi aku menuju alun-alun, karena Roy berjanji akan menjemputku di sana.

"Rin, maafkan aku." Hati-hati sekali Mira mengatakan itu sepulangnya aku dari jalan-jalan dengan Roy.

"Aku yang salah Mir. Aku terlalu egois. Sekarang kalau kau marah padaku makilah aku, Mir," kataku sambil mengambil kado dari yang masih tergeletak di meja. Seperti biasa, tanpa membukanya aku menyimpannya dalam kotak di lemari yang paling bawah.

Disitu terdapat banyak kado-kado dan kartu-kartu ucapan selamat dari Rudi, karena pada tiap hari istimewa dia selalu memberikannya untukku. Padahal sampai saat ini aku belum penah memberikan apapun untuknya. Bahkan hari ultahnya pun aku enggak mau tahu. Entah mengapa aku dulu menerimanya.

"Rin, aku minta maaf karena selama ini aku terlalu banyak mencampuri urusan pribadimu. Sebenarnya tak perlu kutanyakan, karena aku tahu bahwa dulu kamu menerima Rudi karena desakandan permintaanku..."

Aku terdiam mendengar perkataan Mira yang lembut itu. "Mir, aku sudah mencintainya, tapi sulit bagiku. Kamu tahu mengapa selama ini aku malas membuka kado-kado darinya Itu karena aku merasa tersiksa dengan kesetiaan dan cintannya yang terlalu tulus. Dia sangat setia Mir, bahkan melebihi kesetiaan wanita India. Sedangkan kau tahu sifatku, saat ini aku menyukai permainan playboy seperti Roy misalnya." Aku selalu terbuka pada Mira. Dia adalah sahabat terbaikku.

"Kalau begitu mengapa tidak kau katakan hal yang sebenarnya pada Rudi? Bukankah itu lebih baik untuknya. Ehm... maksudku untuk kebaikan kalian berdua." Ucap Mira dengan mata berbinar. Ada sinar aneh di matany. Ternyata dia menyadari dan segera menundukkan wajahnya.

"Mir, boleh aku tahu mengapa kau begitu memperhatikan Rudi?" Tanyaku hati-hati. Namun itu sudah cukup untuk membuat Mira gugup.

"Rin, jujur aja, aku... pernah mencintainya!" Ting...!! Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku hingga kunci almari yang kupegang jatuh ke lantai. Mira segera menyambung ucapannya. "Tapi itu dulu, Rin. Sekarang rasa itu menjadi rasa sayang seorang sahabat. Dulu, kamu bertetangga. Rudi begitu baik padaku, namun aku salah mengetikan kebaikannya, bahkan sampai mencintainya, walau kutahu bahwa dia hanya menganggapku sebagai seorang sahabat. Lama-lama aku dapat juga merubah rasa cintaku menjadi sayang tulus seorang sahabat. Aku ingin melihatnya bahagia. Hanya itu Rin."

Aku tak dapat berkata-kata. Sulit bagiku mempercayainya. Melihatku hanya termangu Mira pun melanjutkan. "Hingga saat dia bilang padaku, dia menyukaimu. Tak ada keinginanku selain untuk menyatukan kalin. Ternyata aku salah. Tepukan yang hanya sebelah tangan tak mungkin dapat menimbulkan bunyi. Bahkan hanya menyiksa. Sebelum terlambat Rin, kumohon berilah kepastian yang jelas padanya." Aku hanya diam merenungi semuanya. Mira benar, aku harus membuat keputusan.

"Rudi ingin bertemu denganmu."

Aku terlonjak. "Suruhlah dia menunggu sebentar Mir," pintaku seraya menyisir rambutku. Entah mengapa hatiku berdebar-debar. Mengapa Rudi datang? Ada apa gerangan? Selama ini aku melarangnya sering-sering datang ke rumah.

Tadi malam Roy datang untuk memutuskan hubungan, karena dia sudah punya gadis lain. Setelah ditinggal Roy, aku baru menyadari bahwa Rudilah yang lebih baik dari semua yang kukerjakan selama ini. Kurasa ini bukan pelarian. Aku benar-benar sadar. Dan hari ini aku ingin minta maaf serta membuka lembaran baru bersama Rudi. Dan kebetulan siang ini dia datang.

"Hai Rudi, tumben kamu datang," sambutku dengan senyum ramah, Rudi pun membalas dengan senyum yang tak kalah manisnya. Oh my God. Aku benar-benar terpesona. Kupandangi dia, oh... betapa bodohnya yang telah mengabaikannya selama ini. Apa sih kurangnya? Mengapa baru ini aku menyadari bahwa tidak mudah menemukan orang seperti dia? Selain baik, dia juga lembut dan setia. Soal tampang, Rudi juga nggak kalah sama Roy.

"Rin, ada yang ingin aku bicarakan." Suara Rudi lembut.

"Tadi malam aku lewat sini, dan kulihat..."

"Rud... aku.." aku tercekik tak dapat meneruskan ucapanku. Tadi malam Roy datang. Walaupun kedatangannya untuk memutuskan hubungan, tetapi Rudi pasti menganggap kami sedang kencan.

"Rin, Roy adalah sahabatku," ucapan Rudi kali ini kurasakan bagai petir yang menyambar di siang bolong. Lidahku begitu kelu. Roy sahabat Rudi. Padahal aku sudah bercerita banyak pada Roy, tentang perasaanku pada Rudi selama ini.

"Dan semalam Roy menceritakan banyak hal padaku, Rin, mengapa kau lakukan semua ini padaku? Pernah aku menyakitkanmu? Mengapa Rin?" Rudi menatapku lekat-lekat. Ada kecewa disudut matanya. Aku hanya menunduk. Ingin merayunya, tapi aku tak bisa.

"Rud.... aku..." Sebelum kuteruskan, Rudi sudah memotong ucapanku. "Baru kutahu bahwa dulu kamu menerimaku karena terpaksa dan kasihan. Tapi aku tidak pernah memaksamu dan aku tidak mau dikasihani. Aku bukan pemgemis Rin!" Nada mulai meninggi.

"Rud, maafkan aku..." hanya itu yang mampu kuucapkan.

Akulah yang harus minta maaf Rin, aku telah membuatmu tersiksa selama ini. Aku tidak tahu bahwa selama ini kamu hanya bersandiwara. Bila kutahu melarangku datang tiap malam minggu, karena kau selalu ada acara dengan pujaan hatimu, karena kau ingin menghindriku, tentu aku takkan mengganggu hidupmu. Dan mengenai barang-barang pemberianku, kalau kamu tidak suka buang saja." Oh Tuhan bagaimana caraku untuk membujuknya?

"Rudi, dengarkan aku. Aku berjanji akan berusaha. Aku akan setia padamu dan tak...." lagi-lagi Rudi memotong pembicaraanku.

"Tak perlu Rin. Aku tak akan mengingatmu lagi. Hancur hatiku Rin Bukan karena pengkhianatanmu. Bukan. Kalau itu aku masih bisa memaafkan. Tapi ini lain Rin. Aku telah menyiksa batinmu selama ini. Itu yang membuatku hancur dan tidak dapat memaafkan diriku sendiri! Kamu tahu Rin, aku akan melakukan apa saja demi orang yang kucintai. Dan ternyata kau mengharapkan kepergianku. Walau dengan berat aku akan pergi. Selamat tinggal Rin." Rudi melangkah keluar.

Aku segera mengejar dan mencegahnya. "Rud, jangan pergi."

Dia behenti dan memegang pundakku. "Aku tak ingin melihatmu tersiksa Rin, mungkin aku salah telah mencintaimu. Dan kesalahan yang terbesar adalah mengapa aku menyatakannya padamu. Seharusnya aku menyimpannya sendiri agar tidak membebanimu. Maafkan aku..." Mata elang yang teduh itu menatap kosong.

Tapi Rud, cinta bukanlah dosa." Aku masih berusaha mencegahnya.

"Terima kasih Rin. Karena itulah aku terus mencintaimu walau kutahu kau bukan untukku." Setelah itu dia segara menyeberang jalan tanpa memperdulikan aku. Tiba-tiba aku merasa ada yang hilang.

"Bukan itu maksudku Rud!" Tanpa menoleh kanan kiri, kukejar dia yang sudah sampai di seberang. Ketika tiba-tiba ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menuju ke arahku, aku terpaku, tak sempat berbuat apa-apa. Kudengar teriakan histeris saat kurasakan tubuhku membentur sesuatu. Dan aku tak ingat apa-apa lagi.

Ketika sadar, aku sudah ada di kamar kostku. Mira duduk di dekatku dengan bersimbah air mata. "Mir, aku belum mati?" tanyaku bertubi-tubi. Dan dengan tersendat-sendat Mira menjawab. "Tenanglah Rin, kamu tak apa-apa. Kamu hanya terluka sedikit. Kata dokter kamu sangat terkejut sampai pingsan.

"Tapi kalau aku tak apa-apa, apa yang kau tangiskan? Bagaimana aku bisa selamat, Mir?" tanyaku masih tidak percaya. Rudi yang menolongmu. Saat ada mobil yang akan menabrakmu, dia segera meloncat dan menolongmu. Kamu terlempar ke trotoar. Sedangkan dia sendiri tertabrak mobil." Mira bercertia dengan terisak-isak.

"Rudi menolong aku?!" Aku terbelalak. Rudi yang telah kulukai masih mau menolongku. Ingat Rudi, aku jai cemas. Bagaimana kalau lukanya lebih parah dariku. "Mir, katakan dimana Rudi sekarang! Dia tidak apa-apa kan? Katakan Mir, bahwa lukanya lebih ringan dariku! Ayo temani aku menjenguknya di rumah sakit. Mir, aku janji akan selalu merawatnya, menyayanginya, aku ak..."

"Tenanglah Rin. Rudi nggak apa-apa. Baiklah sekarang kita berangkat."

Ucapan Mira yang agak tenang itu sedikit melegakanku. Biarlah nanti di rumah sakit akan kukatakan pada Rudi bahwa aku sudah berubah. Akan kuberi perhatian, kasih sayang dan cintaku untuknya. Ya... tiba-tiba saja dia menjadi sangat berarti bagiku.

Mira membimbingku naik taxi. Mengapa hatiku berdebar-debar? Maukah Rudi memaafkanku nanti? selama perjalanan kami hanya membisu. Ketika taxi berhenti, baru kusadari bahwa kami tidak ke rumah sakit, tapi itu.... kuburan.

"Mir!" aku sangat terkejut. Mira segera memelukku. "Rin, Rudi.... sudah tiada." Mira menuntutku keluar dari taxi.

"Tidak...!!" Aku berteriak sekuat-kuatnya. Tak berdaya tubuhku jatuh terduduk di atas gundukan tanah yang masih merah itu. Bunga-bunga menutupi permukaannya. Serasa tidak percaya kubaca batu nisan. Ada nama Rudi di sana. Air mataku ikut menghiasi peraduan terakhirnya.

"Rud... jangan tinggalkan aku..." ratapku di batu nisannya. "Sudahlah Rin, biarkan dia tenang di sana..." Mira mencoba menghiburku. Tapi hal itu malah membuatku sedih.

Mengapa... harus Rudi yang pergi. Mengapa dia menolongku. Mengapa tidak dibiarkannya aku yang mati? Di saat terlupakan ddia rela brkorban untukku. Orang macam apa aku ini? mengapa baru kini aku sadar! Oh Rudi maafkan aku. Betapa kejamnya aku yang telah menyia-nyiakan tulusnya cinta kasihmu. Terbayang dimataku kelembutanmu, kebaikanmu, cintamu, dan juga kecewa dimatamu.

Kini hanya sesal yang menyibak di dadaku. Andai waktu bisa kembali, ingin aku menyayangimu di dadaku. Andai waktu bisa kembali, ingi aku menyayangimu. Tapi kini semua telah nyata. Kau berbaring di bawah rumpun kamboja dan kambing. an akulah penyebab semuannya. Sulit bagiku untuk memaafkan diriku sendiri. (*)
 

Penyesalan Diri Ku Yang Perna Melupakan Diri Nya

Suara mesin pemotong rumput pagi membangunkanku yang tengah tidur terlelap, ya entah sudah beberapa hari ini aku sulit untuk tertidur, bukan karena aku tak mengantuk namun aku merasa teringat akan suatu kejadian yang menimpaku.

Tepat setahun yang lalu aku merasa kehilangan akan seseorang yang amat kucintai, dia adalah Jessica.

Jika tahun ini aku masih bersamanya mungkin ini adalah tahun kelima kami bersama. Aku mulai berpacaran dengannya tepat pada saat Jessica duduk di Bangku SMU tepatnya kelas 3. sedangkan aku umurku sekarang 24 tahun, Jadi bisa ditebak dong mulai umur berapa aku berpacaran dengannya.

Padahal hubungan keluarga kami begitu akrab, dan tidak ada satu pun permasalahan antara aku dan keluarganya. Malah mereka menganggap aku adalah pria yang tepat untuknya.

Hubungan kami dirusak oleh seorang pria yang bernama Andi, dia adalah seorang yang kukenal sangat munafik. Dia adalah seorang sampah masyarakat dan tidak memiliki pekerjaan. Mungkin secara kasar dia bisa dibilang seperti preman kampungan yang sok berkuasa di gang kami.

Namun entah mengapa Jessica sangat mengaguminya, dan kepincut olehnya, jika Jessica menilai Andi berdasarkan wajah mungkin dapat kumaklumi. Sebab Andi memiliki wajah yang lumayan tampan, berbeda dengan diriku yang hanya memiliki tampang pas-pasan. Wajar pula jika Andi memang di kagumi banyak wanita di gang kami, Yang kutahu dia sudah memiliki tiga pacar. Namun bagi kami dia tetap sampah masyarakat.

Pekerjaan Andi hanyalah penipu, dia bukanlah preman yang biasa duduk di tepi jalan atau di sebuah kios kecil. Dia kontrak di gang kami. Namun dia sering menipu banyak warga di daerah kami.

Mulutnya sangat berbisa, mungkin melebihi bisa ular. Dia pandai bersilat lidah sehingga dengan bakat itulah dia dengan mudahnya menipu warga gang kami, dan mungkin pula warga luar gang kami. Dengan kelincahannya itu pulalah dia memiliki uang yang melimpah ruah. Ratusan Juta, Puluhan juta, dan dia tidak pernah menipu orang dengan uang yang cukup kecil.

------ooOOOoo------

Kuambil handuk dari untuk menyegarkan tubuhku, lalu kubuat secangkir kopi hangat untuk memberikan warna yang baru untukku. Jarum jam saat ini menunjukkan pukul 09.00 pagi. Dimana setiap orang sudah sibuk dengan aktivitas mereka, Anak-anak sekolah, Dan bagi pegawai saat ini mereka sibuk di kantornya masing-masing.

Ngomong-ngomong perkenalkan, namaku Jimmy Prasetia , Orang-orang biasa memanggilku dengan nama Jimmy.saat ini aku bekerja sebagai freelance di bidang desain grafis. Mungkin dapat di kategorikan semacam pekerjaan advertising

Pekerjaanku tidaklah tetap, yah tergantung jumlah pemesananlah. Biasa kalo dapat job banyak, ya banyak pula pendapatanku, jika sedikit akan terjadi sebaliknya. Namun aku memiliki tabungan di Bank. Jadi aku tak pernah khawatir akan kehabisan uang dan sebagainya. Yah lumayanlah untuk hidupku yang belum berkeluarga seperti ini.

Kuhisap rokok dalam-dalam ditemani secangkir kopi hangat.

Sore ini aku memiliki rencana untuk berjalan di taman, bisa dibilang aku ingin mencari suasana baru di luar sana. Seorang seniman sepertiku memiliki kebiasaan mencari inspirasi baru di luar sana, sebab aku takkan menemukan inspirasi jika aku masih berada di dalam rumahku ini. Bukan hanya inspirasi mungkin aku dapat menemukan kekasih baru disana.

“Ya semoga saja hari tidak hujan” Pikirku

------ooOOOoo------

Syukurlah harapanku menjadi kenyataan, sebab hari ini hujan tak kunjung datang, ya aku lega sekali. Kuhidupkan sepeda motorku untuk kemudian menuju sebuah taman kota yang agak lumayan jauh dari gangku.

Tamannya sangat asri dan menyejukkan, di latar belakangi sungai yang mengalir dan pohon-pohon rindang. Di taman inilah biasanya anak muda sering berkumpul sebagian dari mereka mungkin ada yang pacaran.

Tak lama kemudian aku sampai di tempat yang kutuju. Kuhentikan sepeda motorku, lalu aku berjalan menuju kursi taman yang panjang, berwarna putih dan berada di bawah pohon. Di kursi itu aku melihat seorang wanita yang tengah menelepon dengan telepon genggamnya.

Aku amat senang berada di taman kota yang asri dan sejuk seperti ini. Daripada berada di Mall atau tempat hiburan lainnya. Karena Aku senang memandang pemandangan kota di bawah pepohonan.

“Ahahahahaha” aku mendengar seorang wanita tertawa yang duduk disamping kananku.

Suara tertawa itu amat keras, mungkin sepertinya wanita yang berkulit putih itu tengah bergembira.

Kupalingkan wajahku kearahnya, beberapa saat setelah ia menghentikan pembicaraannya. Ia mematikan handphonenya lalu memasukkan alat komunikasi sebesar genggaman tangan itu kedalam tasnya.

Wanita itu amat cantik, Kulitnya putih, rambutnya agak pirang. sepintas ia terlihat seperti keturunan Indo.

“Wah boleh kenalan nih” kataku dalam hati

Lalu aku senyum sendiri

“Kenapa mas” tanyanya

Aku tetap tersenyum

“Hallo mas” tanyanya lagi

“Yah, oh gak, I Just smile. Your laugh is to loud, it seems like scream” tanyaku

Dia hanya tersenyum manis

“Sorry, if I was disturb you, I don’t know you’re here and sit beside me” jawabnya

“Oh, It’s ok, hmm, So, kalo gak keberatan, Boleh tau gak namamu siapa”

“Oh, aku Catherine, I am indo-germany, my father is Javanese my mom is English”

“Oh, And Where are you come from” kataku

“I Come from Washington, And if you not mind, can you speak Indonesian, because I want to learn Indonesian Language, I am Student Exactly College Student” katanya

“Ok, I don’t have problem with that, but are you sure that your Indonesian Very well” tanyaku

“Gak masalah kok” jawabnya

“Tadi kamu menelepon siapa” kataku

“Pacarku”

“Astaga, ternyata dia sudah memiliki pacar”

Aku terdiam sejenak

“Kenapa”

“Ah, Gak ada apa-apa kok” aku tersadar dari lamunanku

------ooOOOoo------

Sebulan telah berlalu, sementara itu hubunganku dengan Catherine sudah dekat ibaratkan sepasang kekasih. Namun Kami hanya bersahabatan karena ku tahu Catherine telah memiliki kekasih yang tengah kuliah di Inggris

Entah kenapa timbul, rasa iri dihatiku setiap kali dia menelepon pacarnya. Jujur aku merasa sakit hati mengapa mereka bisa langgeng sedangkan aku tidak. Timbul niatku untuk memisahkan mereka dengan cara yang licik.

Hingga Suatu hari lewat sebuah sms Jessica mengajakku untuk bertemu di sebuah kafe. Aku tak tahu maksudnya apa. Namun permintaannya tetap kupenuhi. Sepertinya ada pembicaraan penting diantara kami.

Aku tiba di sebuah Kafe yang telah di janjikan sebelumnya, wajahnya tampak sedih.

“Hi Jessica” Tanyaku

“Hi” Jessica tersenyum kecut

“Hmm, ada apa” tanyaku

“Aku ada permasalahan yang ingin kubicarakan denganmu, kamu masih sayang gak sama aku” tanyanya

“Sayang, selama ini kamu kemana aja” jawabku

Lalu aku menggelengkan kepala

“Jim, kasi aku kesempatan sekali lagi” pintanya

“Ah, dasar wanita local, bisanya hanya menyiksaku saja, lebih baik aku dapatkan Catherine walau apapun caranya” jawabku dalam hati

“Gak ada kesempatan kedua untukmu” Jawabku ketus

Lalu aku pergi meninggalkan Jessica, aku tak perduli walau dia sedih ataupun menangis, ah siapa sih dia. Wanita local gak ada yang benar, Cuma tamatan SMU. Bisanya hanya mempermainkan perasaanku saja.

------ooOOOoo------

Robert kekasih Catherine telah datang dari Inggris. Dia sedang berliburan di kotaku, dia ingin bertemu kekasihnya. Untuk itulah Catherine memintaku untuk tidak menemuinya selama seminggu. Duh, batinku pasti akan terasa tersiksa.

Ah, sial ini adalah minggu yang sial bagiku. Haruskah aku menerima Jessica kembali. Tentu tidak. Aku takkan pernah mengalah demi mendapatkan seorang wanita seperti Catherine. Walau apapun yang terjadi.

Hingga akhirnya aku bertekad menemui Robert pada hari Rabu di rumah Catherine, karena dia menginap disana. Dan dia tidak memiliki sanak famili di sini. Setibanya disana aku akan mengaku sebagai kekasih Catherine bukan sahabat Catherine.

Aku yakin cara ini akan berhasil, walaupun aku dipukuli olehnya

------ooOOOoo------

Hari yang dinantikan pun tiba, kini saatnya aku memberanikan diri untuk mengaku sebagai kekasih Catherine. Dengan sepeda motorku aku pergi kerumah Catherine.

Tak lama kemudian aku tiba di rumah Catherine.

Kuketok pintu rumah Catherine.

Lalu pintu rumah dibuka oleh seorang pria bule, dan kutahu dia adalah Robert

“I am looking Catherine, is she there” tanyaku

“She’s not here, She’s goes to the market, not far from here” Jawabnya

“Hmm” aku menggumam

“And then who are you” tanyanya

“I am Catherine boyfriend” jawabku

“What you say ?”

“Really, I am Catherine boyfriend, What’s a matter” kataku

“Oh God, She’s not tell me that she’s have boyfriend Fuck, She’s lie to me”

“Oh, I am sorry” Kataku

“Now, Just get out here, I don’t wanna see you anymore, before theres something

trouble with you”

Kulihat wajah Robert sedikit memerah, mungkin dia marah, ya kali ini aku berhasil memisahkan mereka

Keesokan harinya Catherine mengajakku kerumahnya. Dia ingin berbicara denganku ternyata dia memintaku untuk menjauh dari hidupnya, dan dia tidak ingin melihatku lagi, mungkin persahabatan kami telah putus.

Oh tuhan mengapa yang terjadi sebaliknya, aku ingin Menjadi kekasih Catherine tapi mengapa yang terjadi aku adalah musuh dia.

------ooOOOoo------

Aku menyesali hal ini, namun yang terjadi adalah harapan yang sirna aku tak menyangka yang terjadi adalah harapan di luar kepalaku. Seharian aku mengurung diriku di kamar, tanpa makan, tanpa minum. Biarlah aku tersiksa, sebab entah apa yang harus kulakukan lagi.

Mungkinkah Jessica adalah jodoh yang telah tuhan persiapkan untukku, mengapa ketika dia memintaku untuk kembali aku menolak dengan angkuh.

Sial, mengapa tambah rumit seperti ini.

Hingga akhirnya aku tiba pada suatu titik dimana aku merasa Jessica adalah jodohku. Kali ini aku takkan pernah menyiakan lagi. Aku hubungi dia, namun tak ada satu pun jawaban dari handphonenya, mungkin aku harus bertemu dia dirumahnya

------ooOOOoo------

Ketika aku tiba dirumahnya, rumahnya terlihat kosong, mungkinkah Jessica beserta keluarga telah pindah rumah. Aku tak tahu.

Aku bertanya kepada tetangga di sebelah rumah ternyata jawabannya mengejutkanku

“Jessica telah tiada, semenjak dua hari yang lalu, dia tewas akibat kecelakaan”

Ya, ternyata Jessica telah meninggal dunia, sementara orang tuanya pergi ke kota lain untuk melupakan Jessica dan aku.

Oh Tuhan, aku benar-benar menyesali keadaan ini. Jika waktu bisa kuputar kembali ijinkanlah aku bertemu dengannya satu kali lagi.

 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. ArdetaCyber - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger